Arsip Kategori: Pendidikan anak

Anakku Suka Membantah

Anakku Suka Membantah

Sebagian ibu-ibu suka mengeluhkan keadaan anaknya yang gampang terpancing dan terprovokasi oleh teman-temannya di sekolah. Ia sering mengulang-ulang kata dalam bentuk yang terus menerus, mengajukan pertanyaan terumenerus walaupun sudah aku jawab, sangat suka membantah dan membangkang, cepat marah sehingga ia jadi tidak naik kelas. Mungkin diantara obat yang paling baik untuk anak ini adalah memperbaiki cara hubungan keseharian antara kedua orang tua dengan anaknya tersebut.

Banyaknya pertanyaan anak kepada kedua orang tua, khususnya jika dalam bentuk tertentu. Misalnya: Wahai ibu, apakah engkau mencintaiku? Bapakku, apakah engkau juga mencintaiku? Engkau marah kepadaku? Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan ia begitu cemas ketika menghadapi ayah dan ibunya, tidak merasa aman dan tenang ketika bersama kedua orang tuanya.

Sebagian orang tua suka menceritakan kekurangan dan masalah anaknya di depan orang lain, seolah-olah anaknya sedang tidak ada. Mayoritas orang tua meyakini bahwa cara yang paling utama untuk mengajari anak adalah membuatnya terdiam dan terpojok di depan tamu tentang segala masalah anaknya walaupun masalah sepele.

Dan mungkin diantara sikap yang jelek adalah ketika anakmu datang kepadamu mengajak bicara denganmu tentang sesuatu atau ia ingin diantar ke WC, atau ingin makan atau pun minum, maka engkau meladeninya dengan disertai perkataan yang jelek, misalnya “Wahai keledai, … wahai si bodoh”.

Dan sebagian lainnya meyakini bahwa selama anaknya masih kecil maka tidak perlu mengajak bicara dengan anaknya, bercanda dengannya, pergi bersamanya bertamasya. Hal ini menimbulkan tekanan jiwa pada anak yang oleh para pakar psikologi dinamakan “sindrom relasi interpersonal” antara anak dengan orang tuanya.

Maka, apabila seorang anak mengulang-ulang pertanyaan atau ungkapan walaupun sudah dijawab secara berulang-ulang juga; bertindak kasar dan cepat; atau memukul kawannya tanpa sebab yang jelas; bergerak tanpa makna seperti tertawa tanpa sebab, berteriak dan menangis tanpa sebab, maka anak tersebut pasti sedang mengalami salah satu dari sekian hal, yaitu ia butuh akan perhatian, afeksi dari kedua orang tua, khususnya ketika ibu atau bapaknya sibuk dan tidak memperhatikannya, mungkin juga sang anak mengalami tekanan jiwa karena mendapat beban yang ia tidak mampu kerjakan , atau pun mengalami kesalahan –walaupun kecil atau pun gagal dalam melaksanakan perintah– karena takut dicela dan dikasari.

Adapun trik-trik solusi untuk permasalahan di atas adalah sebagaiberikut:

  • Memberikan kepada anak perhatian dan bantuan yang “lebih” untuk menguatkan kepribadian dan kepercayaan dirinya.

  • Tidak acuh tak acuh terhadap permintaan sang anak apalagi membentaknya di depan orang lain sehingga ia tidak merasa terlukai, jatuh harga dirinya, hina dan rendah.

  • Membangun hubungan muamalah yang baik antara kedua orang tua dengan anak, duduk bersama, berbincang-bincang, dan menceritakan serta turut-serta dalam aktivitas bersama sang anak, baik olah raga, agama, kekerabatan, dan lain-lain.

  • Acuhkan sifat anakmu yang jelek dengan terus engkau tidak meninggalkannya.

  • Hendaklah selalu memelihara sifat lembut dalam menghadapi penyimpangan dan kesalahan sang anak. (Abm)

  • alsofwah

Tanamkan Cinta dan Taat Kepada Allah Dalam Qalbu Anak

Tanamkan Cinta dan Taat Kepada Allah Dalam Qalbu Anak

Banyak kita dengar sebagian ibu-ibu menyaringkan suara-suara mereka, mewanti-wanti dan memberikan ancaman kepada anak dengan ungkapan “Kalau kamu begitu, Rabb-ku tidak akan mencintaimu, … Kalau kamu begitu Allah akan menyiksamu, … Jika kamu terus begitu Allah akan mengadzabmu, Allah akan memarahimu, … Allah akan menempatkanmu dalam api neraka yang sangat panas”

Model demikian terkadang bisa menumbuhkan dalam jiwa sang anak gambaran yang jelek. Benar, memang kita harus mengingatkan sang anak dengan keagungan dan kemahakuasaan Allah, surga dan neraka sehingga tumbuh dalam qalbu sang anak pengagungan terhadap Allah, takut kepadanya, hingga terkumpullah padanya dua hal berharap sekaligus takut kepada-Nya.

Akan tetapi, tidak semestinya orang tua lebih banyak mewanti-wanti, menakut-nakuti, kaitkanlah anakmu dengan Allah, ingatkan ia akan luasnya rahma-Nya, keutamaan, dan kebaikan. Jika engkau ingin memotivasi sang anak untuk berjiwa tulus, maka ingatkan kepadanya akan keutamaan sifat tulus, Allah ta’alaa cinta kepada orang-orang yang tulus, suruhlah sang anak untuk menjadi baik sebab Allah cinta kepada orang-orang yang baik, dan maafkanlah kedhaliman yang menimpamu dari orang lain maka Allah akan mengampunimu. Ingatkan ia dengan keutamaan Allah bahw ajika kita berbuat satu kebaikan, Allah akan lipatgandakanmenjadi 10 kebaikan, motivasilah dia dengan surga, kenikmatan dan segala hal yang berkaitan dengan surga. Dan ungkapkan kepadanya bahwa kalau kamu ingin masuk surga, maka berbuatlah sesuatu yang menjadi syarat dan tuntutannya.

Ada satu hal yang mesti digarisbawahi; sebagian ibu-ibu tidak tega untuk menyuruh anak-anaknya untuk mengerjakan sejumlah amalan shalih yang terkesan berat, seperti shalat di waktu musim dingin, puasa, shalat shubuh. Bahkan mereka mengatakan, “Selama belum diwajibkan kepadanya, maka aku tidak perlu menyuruhnya untuk melakukan hal-hal itu.”

Saya katakan, “Ketahuilah bahwa setiap amalan shalih yang dikerjakan sang anak akan ditulis sebagai kebaikan baginya dan ia akan menerima pahalanya; selama ia belum baligh maka setiap kebaikan dicatat dan keburukan yang ia lakukan tidak dicatat. Dan motivasimu kepada anak-anak untuk berbuat shalih, santun maka itupun akan membuahkan hasil yang banyak, diantaranya:

Menambah tabungan kebaikan, sebab setiap kebaikan oleh Allah dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan;

Membiasakan anak-anak dengan aktivitas ibadah dengan cara yang lembut, hal ini dibutuhkan sebab sang anak masih kecil, maka jika dari kecil dibiasakan maka tidak sulit untuk mengarahkan ketika sudah besar. Berbeda keadaannya dengan anak yang tidak pernah dididik untuk itu. Misalnya anak yang dari kecil didik untukshalat shubuh tepat waktu maka tidak berat ketika sudah dewasa. Maka, siapa yang membiasakan sang anak untuk memakai gamis sejak kecil, maka ia tidak risih ketika sudah dewasa;

Ketahuilah bahwa engkau akan mendapatkan pahala sebagaimana kisah seorang perempuan yang anaknya meninggal dibawa kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sang perempuan berkata, “Apakah untuk yang ini aku berhaji. Rasulullah menjawab, “Ya, dan engkau mendapat pahala.” Imam Ibn Qayyim berkata, “Dan bila engkau memperhatikan kerusakan yang menimpa anak-anak, maka engkau akan mendapati bahwa mayoritas kerusakan itu berawal dari kedua orang tua.”

Semoga Allah memperbaiki keadaan kami dan anda semua, melimpahkan anak keturunan, isteri-isteri yang menyejukkan hati. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad.
Sumber: Majalah Al-Da’wah (Riyadh-KSA) No. 1923/02121424H/25122003M